Pages

Senin, 18 Juni 2012

Penghentian Pemeriksaan

URAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 31/PJ/2008

TENTANG

TATA CARA PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI ATAS
KETERLAMBATAN PELUNASAN KEKURANGAN PEMBAYARAN PAJAK
DAN PENGADMINISTRASIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN
SEHUBUNGAN DENGAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN
UNTUK TAHUN PAJAK 2007 DAN SEBELUMNYA SERTA
PEMBETULAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN
UNTUK TAHUN PAJAK SEBELUM TAHUN PAJAK 2007

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,



Sehubungan dengan penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Penyampaian atau Pembetulan Surat Pemberitahuan, dan Persyaratan Wajib Pajak yang dapat diberikan Penghapusan Sanksi Administrasi Dalam Rangka Penerapan Pasal 37A, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali diubah Terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 27/PJ/2008 tentang Tata Cara Penyampaian, Pengadministrasian, serta Penghapusan Sanksi Administrasi Sehubungan Dengan Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Untuk Tahun Pajak 2007 dan Sebelumnya, dan Sehubungan Dengan Pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi dan/atau Wajib Pajak Badan Untuk Tahun Pajak Sebelum Tahun Pajak 2007, dengan ini disampaikan Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut untuk dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Dalam pelaksanaan ketentuan tersebut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

  1. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana tersebut di atas, ditegaskan antara lain:
    1. Pendaftaran untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak secara sukarela dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.
      1. Wajib Pajak orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dalam tahun 2008 atau Wajib Pajak yang memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dari hasil Ekstensifikasi selama tahun 2008 dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi untuk Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya, diberikan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas pajak yang tidak atau kurang dibayar; 
      2. Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah Wajib Pajak orang pribadi yang:
        1) secara sukarela mendaflarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dalam tahun 2008. 
        2) tidak   sedang   dilakukan   Pemeriksaan   Bukti   Permulaan,   penyidikan,   penuntutan,   atau pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan;  
        3) menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya terhitung sejak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif paling lambat tanggal 31 Maret 2009; dan  
        4) melunasi seluruh pajak yang kurang dibayar yang timbulsebagai akibat dari penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi sebagaimana dimaksud pada butir 3), sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi disampaikan.  
      3. Termasuk dalam kriteria Wajib Pajak yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dalam tahun 2008 sebagaimana dimaksud pada huruf b butir 1) adalah Wajib Pajak yang memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak berdasarkan hasil ekstensifikasi pada tahun 2008;  
      4. Dalam hal Wajib Pajak memiliki bukti pemotongan/bukti pemungutan Pajak Penghasilan sebelum mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak, Pajak penghasilan yang tetah dipotong tersebut dapat dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai kredit pajak atas penghasilan yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut.  
      5. Penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas pajak yang tidak atau kurang dibayar sebagaimana dimaksud pada huruf a diberikan  atas keterlambatan pembayaran:
        1. Pajak Penghasilan Pasal 29;
        2. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2); dan/atau
        3. Pajak Penghasilan Pasal 15
        sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 yang dibayar sendiri dan dilaporkan dalam Surat Pemberilahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.
      6. Surat Pemberitahuan Tahunan  Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang  Pribadi sebagaimana dimaksud pada huruf a:
        1) menggunakan formulir Surat Pemberilahuan Tahunan  Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi untuk Tahun Pajak yang bersangkutan dan menuliskan "SPT berdasarkan Pasal 37A UU KUP" di bagian atas tengah SPT Induk dan setiap Lampirannya. 
        2) dilampiri dengan Surat Setoran Pajak atas pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang yang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut disampaikan.  
        3) disampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat tanggal 31 Maret 2009.
      7. Penghapusan sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan secara langsung tanpa menerbitkan Surat Tagihan Pajak.    
      8. Data dan/atau informasi yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas pajak lainnya.
    2. Pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
      1. Wajib Pajak yang dalam tahun 2008 menyampaikan pembetulan:
        1) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi sebelum Tahun Pajak 2007; atau
        2) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan sebelum Tahun Pajak 2007
        yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar, diberikan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak.
      2. Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan yang memenuhi persyaratan: 
        1) telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak sebelum tanggal 1 Januari 2008;  
        2) terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang dibetulkan belum diterbitkan surat ketetapan pajak;  
        3) terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang dibetulkan belum dilakukan pemeriksaan atau dalam hal sedang dilakukan pemeriksaan,   Pemeriksa   Pajak  belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
        4) telah dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, tetapi Pemeriksaan Bukti Permulaan tersebut tidak dilanjutkan dengan tindakan penyidikan karena tidak ditemukan adanya Bukti Permulaan tentang tindak pidana di bidang perpajakan;
        5) tidak   sedang   dilakukan   Pemeriksaan Bukti   Permulaan,   penyidikan,   penuntutan,   atau pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan;  
        6) menyampaikan   pembetulan   Surat   Pemberilahuan   Tahunan   Tahun   Pajak   2006   dan sebelumnya paling lambat langgal 31 Desember 2008; dan  
        7) melunasi seluruh pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari penyampaian pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Sebagaimana dimaksud pada butir 6), sebelum pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan
      3. Untuk mengetahui bahwa Wajib Pajak yang diperiksa telah disampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak Wajib mengirimkan data penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan kepada Kepala Seksi Pelayanan atau Kepala Seksi Tata Usaha Perpajakan. 
      4. Untuk mengetahui bahwa terhadap Wajib Pajak sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, Penyidikan, Penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang menanganinya wajib mengirimkan informasi tersebut kepada Kepala Seksi Pelayanan atau Kepala Seksi Tata Usaha Perpajakan.
      5. Dalam hal Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang dibetulkan menyatakan lebih bayar, pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan    Pajak   Penghasilan   dianggap   sebagai pencabutan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang tercantum dalam Surat Pemberilahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang dibetulkan.
      6. Berkaitan dengan Wajib Pajak yang sedang dilakukan    pemeriksaan   terhadap   Surat  Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan     dan     menyampaikan     pembetulan    Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, ditegaskan hal-hal sebagai berikut:
        1) Dalam  hal Wajib  Pajak  sedang  diperiksa dan  pemeriksaan  yang  sedang  dilaksanakan tersebut juga mencakup pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan jenis pajak lainnya, pemeriksaan terhadap seluruh jenis pajak dihentikan, kecuali:
        a) pemeriksaan  terhadap  Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Pasal  21 dan/atau Surat Pemberitahuan Masa pajak Pertambahan Nilai, yang menyatakan lebih bayar; atau
        b) pemeriksaan   terhadap   Surat  Pemberitahuan  jenis  pajak  lainnya  yang   berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak tetap dilanjutkan.
        2) Dalam hal tidak terdapat :
        a) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Pasal  21 dan/atau Surat Pemberitahuan Masa pajak Pertambahan Nilai, yang menyatakan lebih bayar; atau
        b) pemeriksaan   terhadap   Surat  Pemberitahuan  jenis  pajak  lainnya  yang   berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak tetap dilanjutkan.
        Penghentian pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada butir 1) dilakukan untuk seluruh jenis pajak dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir dan memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak.
        3) Dalam hal terdapat :
        a) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Pasal  21 dan/atau Surat Pemberitahuan Masa pajak Pertambahan Nilai yang menyatakan lebih bayar; atau
        b) pemeriksaan   terhadap   Surat  Pemberitahuan  jenis  pajak  lainnya  yang   berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak tetap dilanjutkan.
        Penghentian pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada butir 1) hanya dilakukan untuk pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan yang tidak menyatakan lebih bayar atau pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan jenis pajak lainnya yang berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak tidak dilanjutkan dengan membuat pemberitahuan secara tertulis kepada Wajib Pajak.
      7. Berkaitan  dengan  Wajib  Pajak yang tidak sedang dilakukan pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan     dan     menyampaikan     pembetulan    Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, namun sedang dilakukan pemeriksaan terhadap Surat  Pemberitahuan jenis  pajak lainnya untuk periode yang sama, pemeriksaan tersebut dihentikan dengan membuat pemberitahuan secara tertulis kepada Wajib Pajak, kecuali: 
        1) pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan jenis pajak lainnya yang menyalakan lebih bayar; atau
        2) pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan jenis pajak lainnya yang berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak tetap dilanjutkan.
      8. Pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar sebagaimana dimaksud pada huruf a terjadi sebagai akibat dari bertambahnya:
        1) Pajak Penghasilan Pasal 29;
        2) Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2); dan/atau
        3) Pajak Penghasilan Pasal 15
        sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 yang dibayar sendiri dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan serta dibuktikan dengan pembayaran menggunakan Surat Setoran Pajak.
      9. Pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a:
        1) menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak yang bersangkutan dan menuliskan "Pembetulan berdasarkan Pasal 37A UU KUP" di bagian atas tengah SPT Induk dan setiap Lampirannya.
        2) Dilampiri dengan Surat Setoran Pajak atas pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang yang harus dilunasi sebelum pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tersebut disampaikan.
        3) Disampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat tanggal 31 Desember 2008.
      10. Penghapusan sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan secara langsung tanpa menerbitkan Surat Tagihan Pajak.  
      11. Data dan/atau informasi yang tercantum dalam pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi atau pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas pajak lainnya. 
  2. Kegiatan yang harus dilakukan oleh kantor Pelayanan Pajak yang menerapkan SI-DJP antara lain sebagai berikut :
    1. Petugas TPT meneliti formulir Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang digunakan untuk pembetulan atau penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi sesuai dengan formulir Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.
    2. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas harus memenuhi syarat kelengkapan Surat Pemberitahuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan termasuk Surat Pemberitahuan Induk dan Lampiran, serta keterangan dan/atau dokumen yang wajib dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan.
    3. Petugas TPT memastikan bahwa terhadap Wajib Pajak yang sedang diperiksa belum disampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
    4. Petugas TPT memastikan bahwa terhadap Wajib Pajak tidak sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, Penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan.
    5. Petugas TPT menerima pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2006 dan Tahun Pajak Tahun Pajak sebelumnya dari Wajib Pajak yang telah terdaftar sebelum tahun 2008.
    6. Petugas TPT menerima Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun Pajak 2007 dan Tahun Pajak Tahun Pajak sebelumnya dari Wajib Pajak Orang Pribadi yang mendaftar secara sukarela pada tahun 2008 dengan dilampiri fotokopi kartu NPWP.
    7. Surat Setoran Pajak yang harus dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi adalah sebesar pajak yang kurang dibayar yang timbul karena penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi sebagaimana dimaksud pada romawi I angka 1 huruf e.
    8. Surat Setoran Pajak yang harus dilampirkan dalam pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan adalah sebesar pajak yang kurang dibayar yang timbul karena pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada romawi I angka 2 huruf h.
    9. Atas pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada romawi I angka 2 huruf a, atau penyampaian surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi sebagaimana dimaksud pada romawi I angka 1 huruf a, dan pelunasan pajak kurang dibayar sebagaimana dimaksud pada angka 7 dan angka 8, Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat ucapan terima kasih atas pelunasan utang pajak yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak dengan mencantumkan jumlah dan besaran pelunasan yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak sesuai dengan Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
    10. Account Representative dari Wajib Pajak yang bersangkutan meneliti pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada romawi I angka 2 huruf a, atau penyampaian surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi sebagaimana dimaksud pada romawi I angka 1 huruf a. Apabila Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tersebut telah memenuhi kriteria Pasal 37A, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Account Representative dari Wajib Pajak yang bersangkutan tidak mengenakan sanksi administrasi atas pajak yang kurang dibayar oleh Wajib Pajak dengan tidak menerbitkan atau tidak meng-input Surat Tagihan Pajak pengawasan pada aplikasi administrasi SI-DJP.
    11. Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan monitoring atas pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007 dari Wajib Pajak yang telah terdaftar sebelum tahun 2008 dan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya dari Wajib Pajak yang mendaftar secara sukarela pada tahun 2008 setiap 3 (tiga) bulan dengan menggunakan formulir sebagaimana dalam Lampiran II-1, Lampiran II-1.1, Lampiran II-2, dan lampiran II-2.1 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini dan menyampaikannya kepada Kepala Kantor Wilayah yang bersangkutan dengan tembusan kepada Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan paling lama tanggal 20 bulan berikutnya setelah triwulan berakhir.
  3. Kegiatan yang harus dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak yang menerapkan SIP atau SIP-MOD :
    1. Petugas TPT meneliti formulir Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang digunakan untuk pembetulan atau penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi sesuai dengan formulir Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.
    2. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas harus memenuhi syarat kelengkapan Surat Pemberitahuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan termasuk Surat Pemberitahuan Induk dan Lampiran, serta keterangan dan/atau dokumen yang wajib dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan.
    3. Petugas TPT memastikan bahwa terhadap Wajib Pajak yang sedang diperiksa belum disampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
    4. Petugas TPT memastikan bahwa terhadap Wajib Pajak tidak sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, Penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan.
    5. Petugas TPT menerima pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2006 dan Tahun Pajak Tahun Pajak sebelumnya dari Wajib Pajak yang telah terdaftar sebelum tahun 2008.
    6. Petugas TPT menerima Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun Pajak 2007 dan Tahun Pajak Tahun Pajak sebelumnya dari Wajib Pajak yang mendaftar secara sukarela pada tahun 2008 dengan dilampiri fotokopi Kartu NPWP.
    7. Surat Setoran Pajak yang harus dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi adalah sebesar pajak yang kurang dibayar yang timbul karena pembetulan atau penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada romawi I angka 1 huruf e.
    8. Surat Setoran Pajak yang harus dilampirkan dalam pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan adalah sebesar pajak yang kurang dibayar yang timbul karena pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada romawi I angka 2 huruf h.
    9. Atas pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada romawi I angka 2 huruf a, atau penyampaian surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi sebagaimana dimaksud pada romawi I angka 1 huruf a, dan pelunasan pajak kurang dibayar sebagaimana dimaksud pada angka 7 dan angka 8, Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat ucapan terima kasih atas pelunasan utang pajak yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak dengan mencantumkan jumlah dan besaran pelunasan yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak sesuai dengan Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
    10. Petugas Seksi PPh Badan/petugas Seksi PPh Orang Pribadi/Account Representative dari Wajib Pajak yang bersangkutan meneliti pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada romawi I angka 2 huruf a, atau penyampaian surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi sebagaimana dimaksud pada romawi I angka 1 huruf a. Apabila Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tersebut telah memenuhi kriteria Pasal 37A, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Petugas Seksi PPh Badan/Petugas Seksi PPh Orang Pribadi/Account Representative dari Wajib Pajak yang bersangkutan tidak mengenakan sanksi administrasi atas pajak yang kurang dibayar oleh Wajib Pajak dan tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak.
    11. Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan monitoring atas pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007 dari Wajib Pajak yang telah terdaftar sebelum tahun 2008 dan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya dari Wajib Pajak yang mendaftar secara sukarela pada tahun 2008 setiap 3 (tiga) bulan dengan menggunakan formulir sebagaimana dalam Lampiran II-1, Lampiran II-1.1, Lampiran II-2, dan lampiran II-2.1 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini dan menyampaikannya kepada Kepala Kantor Wilayah yang bersangkutan dengan tembusan kepada Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan paling lama tanggal 20 bulan berikutnya setelah triwulan berakhir.
  4. Prosedur untuk melanjutkan Pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan jenis pajak lainnya terkait dengan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan :
    1. Pemeriksaan pajak dan Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak menyeleksi Pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan jenis pajak lainnya yang akan dilanjutkan Pemeriksaannya.
    2. Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak mengusulkan Wajib Pajak yang akan diperiksa sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada Kepala Kantor Wilayah paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal penerimaan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
    3. Kepala Kantor Wilayah meneliti dan mengevaluasi usulan Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak untuk menentukan Wajib Pajak yang dapat diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada Direktur Jenderal Pajak.
    4. Direktur Jenderal Pajak berdasarkan pertimbangan Direktur Intelijen dan Penyidikan serta Direktur Pemeriksaan dan Penagihan menentukan Wajib Pajak yang pemeriksaannya dapat dilanjutkan.
  5. Prosedur/tata cara sebagaimana dimaksud pada angka II dan III dilaksanakan sampai dengan :
    1. 31 Desember 2008 untuk Wajib Pajak yang telah terdaftar sebelum 1 Januari 2008.
    2. 31 Maret 2009 untuk Wajib Pajak yang terdaftar dalam tahun 2008.

Demikian disampaikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Peer Review

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 123/PJ/2010

TENTANG

PENELAAHAN SEJAWAT (PEER REVIEW)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Dalam rangka meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2) dan meningkatkan tertib administrasi pemeriksaan, serta mengatur tindak lanjut atas penelaahan sejawat (peer review), maka dipandang perlu untuk menyempurnakan ketentuan yang terkait dengan penelaahan sejawat (peer review).

1. Umum
  
Penelaahan sejawat (peer review) adalah kegiatan yang dilakukan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kantor Wilayah DJP guna mendapatkan keyakinan bahwa pelaksanaan kegiatan pemeriksaan pajak telah sesuai dengan standar pemeriksaan serta ketentuan lain di bidang pemeriksaan. Di samping itu, penelaahan sejawat juga dilakukan untuk menilai apakah tertib administrasi pemeriksaan telah dilaksanakan. Hasil penelaahan sejawat akan dijadikan bahan evaluasi kebijakan pemeriksaan dan pembinaan disiplin dan/atau penjatuhan hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Tim Penelaahan Sejawat
a. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kantor Wilayah DJP membentuk Tim Penelaahan Sejawat untuk melakukan penelaahan sejawat.
b. Tim Penelaahan Sejawat dibentuk dengan menggunakan Surat Tugas Penelaahan Sejawat sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 1 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
c. Dalam hal Tim Penelaahan Sejawat dibentuk oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, Surat Tugas Penelaahan Sejawat terhadap UP2 ditembuskan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP dan Kepala UP2 yang ditelaah sejawat.
d. Dalam hal Tim Penelaahan Sejawat dibentuk oleh Kepala Kantor Wilayah DJP, Surat Tugas Penelaahan Sejawat terhadap UP2 ditembuskan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dan Kepala UP2 yang ditelaah sejawat.
e. Jumlah anggota Tim Penelaahan Sejawat termasuk ketua tim, adalah maksimal 6 orang, dengan susunan sebagai berikut :
Susunan  Tim Penelaahan Sejawat Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan Kantor Wilayah DJP
Ketua  Kepala Sub Direktorat Teknik dan Pengendalian Pemeriksaan Kepala Bidang Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak
Anggota dapat terdiri dari 1. Kepala Seksi;
2. Fungsional Pemeriksa Pajak; dan/atau
3. Pelaksana
1. Kepala Seksi;
2. Fungsional Pemeriksa Pajak; dan/atau,
3. Pelaksana  
3. Pelaksanaan Penelaahan Sejawat
a. Penelaahan Sejawat dapat dilakukan terhadap Kantor Wilayah DJP dan/atau UP2.
b. Kepala Kantor Wilayah DJP harus melakukan penelaahan sejawat terhadap UP2 sekurang-kurangnya 2 (dua) UP2 dalam satu tahun.
c. Penelaahan sejawat dilakukan atas periode Januari s.d Juni, Juli s.d Desember, atau Januari s.d Desember.
d. Penelaahan Sejawat terhadap Kantor Wilayah DJP yang dilakukan oleh Tim Penelaah Sejawat Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan hanya atas tertib administrasi pemeriksaan yang antara lain meliputi:
1) Pelaksanaan reviu;
2) Pelaksanaan penelaahan sejawat;
3) Pemrosesan daftar nominatif wajib pajak yang akan diperiksa;
4) Pemrosesan usulan dan instruksi pemeriksaan khusus;
5) Pembuatan dan pengiriman laporan rutin; dan
6) Tertib administrasi lainnya.
e. Penelaahan Sejawat terhadap UP2 dilakukan terkait hal-hal sebagai berikut:
1) Tertib Administrasi Pemeriksaan, yang meliputi antara lain:
  1. Administrasi laporan rutin di bidang pemeriksaan;
  2. Penatausahaan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP);
  3. Perekaman administrasi dan hasil pemeriksaan ke aplikasi berbasis komputer;
  4. Administrasi pengawasan pemeriksaan; dan
  5. Tertib administrasi lainya.
2) Kinerja  Pemeriksaan, yang meliputi antara lain:
  1. Realisasi penyelesaian pemeriksaan dibandingkan rencana penyelesaian pemeriksaan;
  2. Realisasi penerimaan dari pemeriksaan dibandingkan dengan rencana penerimaan dari pemeriksaan;
  3. Ketepatan waktu penyelesaian pemeriksaan terkait permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
  4. Ketepatan waktu penyelesaian pemeriksaan sesuai ketentuan yang berlaku; dan
  5. Kinerja pemeriksaan lainya.
3) Kualitas Pemeriksaan yang meliputi antara lain:
  1. Kelengkapan formulir, surat, dan daftar yang digunakan dalam pemeriksaan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan pemeriksaan yang berlaku;
  2. Formal penyusunan KKP;
  3. Formal penyusunan LHP;
  4. Materi dalam KKP dan LHP.
Penelaahan atas kualitas pemeriksaan dilakukan dengan cara uji petik atas Laporan Hasil Pemeriksaan yang terbit pada periode penelaahan sejawat.
f. Penelaahan Sejawat terhadap UP2 dapat menggunakan Panduan Hal-Hal yang Ditelaah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran  2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
g. Hasil pelaksanaan penelaahan sejawat dituangkan dalam Risalah Temuan Penelaahan Sejawat. Dalam hal pihak yang ditelaah adalah Kantor Wilayah DJP, Risalah Temuan Penelaahan Sejawat ditetapkan dalam Lampiran 3a Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini. Dalam hal pihak yang ditelaah adalah UP2, Risalah Temuan Penelaahan Sejawat ditetapkan dalam Lampiran 3b Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
4. Pihak yang melakukan penelaahan sejawat menyampaikan Surat Permintaan Tanggapan atas Risalah Temuan Penelaahan Sejawat, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 4 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang dilampiri dengan Risalah Temuan Penelaahan Sejawat kepada pihak yang ditelaah sejawat paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah berakhirnya pelaksanaan penelaahan sejawat sebagaimana tercantum dalam Surat Tugas Penelaahan Sejawat.
5. Pihak yang ditelaah sejawat harus menyampaikan tanggapan tertulis paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah Surat Permintaan Tanggapan atas Risalah Temuan Penelaahan Sejawat diterima. Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja Pihak yang ditelaah sejawat tidak memberikan tanggapan, maka pihak yang ditelaah sejawat dianggap menerima temuan Tim Penelaahan Sejawat.
6. Pelaporan Penelaahan Sejawat
a. Berdasarkan Risalah Temuan Penelaahan Sejawat dan tanggapan pihak yang ditelaah sejawat, Tim Penelaahan Sejawat harus menyusun dan menyampaikan Laporan Telaahan Sejawat kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kantor Wilayah DJP (sesuai dengan pemberi tugas) untuk mendapatkan persetujuan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah surat tanggapan pihak yang ditelaah sejawat diterima. Dalam hal pihak yang ditelaah adalaha Kantor Wilayah DJP, Laporan Telaahan Sejawat ditetapkan dalam Lampiran 5a Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini. Dalam hal pihak yang ditelaah adalah UP2, Laporan Telaahan Sejawat ditetapkan dalam Lampiran 5b Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
b. Laporan Telaahan Sejawat sebagaimana dimaksud pada huruf a memuat:
1) Risalah temuan penelaahan sejawat;
2) Tanggapan Pihak yang ditelaah sejawat;
3) Kesimpulan, yang berisi ikhtisar temuan/permasalahan hasil penelaahan sejawat yang masih harus ditindaklanjuti setelah mempertimbangkan tanggapan pihak yg ditelaah sejawat.
7. Tindak Lanjut Hasil Penelaahan Sejawat
a. Dalam hal penelaahan sejawat:
1) dilakukan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan mengirimkan Surat Permintaan Tindak Lanjut Hasil Penelaahan Sejawat, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 6 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atau Kepala UP2 untuk menindaklanjuti hasil penelaahan sejawat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal pihak yang ditelaah sejawat adalah UP2, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan mengirimkan tembusan surat tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah DJP.
2) dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP, Kepala Kantor Wilayah DJP mengirimkan Surat Permintaan Tindak Lanjut Hasil Penelaahan Sejawat, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 6 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, kepada Kepala UP2 untuk menindaklanjuti hasil penelaahan sejawat sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan mengirimkan tembusan surat tersebut kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
b. Dalam hal hasil penelahaan sejawat memberikan indikasi pelanggaran disiplin, maka Kepala Kantor Wilayah DJP atau Kepala UP2 harus menindaklanjutinya sesuai dengan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun  2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
c. Selaku pihak yang ditelaah sejawat oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, Kepala Kantor Wilayah DJP atau Kepala UP2 harus mengirimkan laporan hasil tindak lanjut atas temuan penelaahan sejawat kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan paling lambat 1 (satu) bulan sejak Surat Permintaan Tindak Lanjut atas Hasil Penelaahan Sejawat diterima.
d. Selaku pihak yang ditelaah sejawat oleh Kepala Kantor Wilayah DJP, Kepala UP2 harus mengirimkan laporan hasil tindak lanjut atas temuan penelaahan sejawat kepada Kepala Kantor Wilayah DJP, paling lambat 1 (satu) bulan sejak Surat Permintaan Tindak Lanjut Hasil Penelaahan Sejawat diterima dengan tembusan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
8. Tata Cara Pembentukan Tim Penelaahan Sejawat dan Pelaksanaan Penelaahan Sejawat oleh Kantor Pusat DJP sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 7 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
9. Tata Cara Pembentukan Tim Penelaahan Sejawat dan Pelaksanaan Penelaahan Sejawat oleh Kantor Wilayah DJP sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 8 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
10. Tata Cara Tindak Lanjut Hasil Penelaahan Sejawat di Kantor Wilayah DJP sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 9 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
11. Tata Cara Tindak Lanjut Hasil Penelaahan Sejawat di Kantor Pelayanan Pajak  sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 10 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.

Pada saat Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini berlaku, maka ketentuan tentang penelaahan sejawat sebagaimana yang diatur dalam huruf B Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-83/PJ./2009 tanggal 1 September 2009 tentang Reviu (Penelaahan) dan Penelaahan Sejawat (Peer Review) dinyatakan tidak berlaku.

Demikian Surat Edaran ini disampaikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Pelaporan Pemeriksaan dan Pengembalian Dokumen

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : PER - 35/PJ/2011

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN UNTUK TUJUAN LAIN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 45 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain.

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara  Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 18 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3674);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797);
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011;


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN UNTUK TUJUAN LAIN.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini,  yang  dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
  2. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  3. Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan yang dilakukan di tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal Wajib Pajak,  atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
  4. Pemeriksaan Kantor adalah Pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.
  5. Unit Pelaksana Pemeriksaan adalah unit yang berada di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang  melakukan pemeriksaan.
  6. Pemeriksa Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaan.
  7. Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak adalah tanda pengenal yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang merupakan bukti bahwa orang yang namanya tercantum pada kartu tanda pengenal tersebut sebagai Pemeriksa Pajak.
  8. Surat Perintah Pemeriksaan adalah surat perintah untuk melakukan Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  9. Data yang dikelola secara elektronik adalah data yang bentuknya elektronik, yang dihasilkan oleh komputer dan/atau pengolah data elektronik lainnya dan disimpan dalam disket, compact disk, tape backup, hard disk, atau media penyimpanan elektronik lainnya.
  10. Tempat penyimpanan buku, catatan, dan dokumen adalah tempat yang diselenggarakan oleh Wajib Pajak, perusahaan penyimpan arsip atau dokumen dan/atau yang diselenggarakan oleh  pihak lain.
  11. Kertas Kerja Pemeriksaan adalah catatan secara rinci dan jelas yang dibuat oleh Pemeriksa Pajak mengenai prosedur Pemeriksaan yang ditempuh, data, keterangan, dan/atau bukti yang dikumpulkan, pengujian yang dilakukan dan simpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan.
  12. Laporan Hasil Pemeriksaan adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil Pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa Pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan Pemeriksaan.


Pasal 2

Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat dilakukan melalui jenis Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor.


BAB II
PEMERIKSAAN LAPANGAN

Bagian Kesatu
Unit Pelaksana Pemeriksaan

Pasal 3

Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak di Unit Pelaksana Pemeriksaan, yaitu Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, atau Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.


Bagian Kedua
Tim Pemeriksa, Surat Perintah Pemeriksaan, dan Surat Tugas

Pasal 4

(1) Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan perpajakan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yang tergabung dalam suatu tim Pemeriksa Pajak berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan.
(2) Susunan tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim, dan seorang atau beberapa anggota tim.

  
Pasal 5

(1) Surat Perintah Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) diterbitkan untuk satu atau beberapa Masa Pajak dalam suatu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang sama atau untuk satu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak terhadap satu Wajib Pajak.
(2) Pemeriksa Pajak wajib memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan dan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak, kepada Wajib Pajak yang diperiksa


Pasal 6

(1) Apabila susunan tim Pemeriksa Pajak perlu diubah, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan tidak perlu memperbarui Surat Perintah Pemeriksaan tetapi harus menerbitkan Surat Tugas.
(2) Dalam hal perubahan susunan tim Pemeriksa Pajak disebabkan pengalihan pelaksanaan Pemeriksaan ke Unit Pelaksana Pemeriksaan yang lain, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan baru harus menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan sebelum melanjutkan pelaksanaan Pemeriksaan.
(3) Pemeriksa Pajak wajib memperlihatkan Surat Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Surat Perintah Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Wajib Pajak.


Bagian Ketiga
Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan

Pasal 7

(1) Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai akan dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan.
(2) Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebagaimana tercantum dalam Surat Perintah Pemeriksaan.
(3) Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan kepada Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah tanggal Surat Perintah Pemeriksaan.
(4) Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara langsung kepada Wajib Pajak pada saat dimulainya Pemeriksaan Lapangan atau disampaikan melalui faksimili, pos, atau jasa pengiriman lainnya.
(5) Dalam hal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak tidak berada di tempat, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan kepada:
a. wakil atau kuasa dari Wajib Pajak;
b. pihak yang mewakili Wajib Pajak, yaitu;
1) pegawai atau pihak lain yang menurut tim Pemeriksa Pajak dapat mewakili Wajib Pajak, dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak badan; atau
2) anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak atau pihak lain yang menurut tim Pemeriksa Pajak dapat mewakili Wajib Pajak, dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak orang pribadi.


Bagian Keempat
Jangka Waktu Pemeriksaan

Pasal 8

(1) Pemeriksaan lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
(2) Dalam hal jangka waktu Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, Pemeriksaan harus diselesaikan
(3) Dalam hal Pemeriksaan Lapangan dilakukan terkait dengan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak, jangka waktu Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) Undang-Undang KUP.
(4) Dalam hal Pemeriksaan Lapangan dilakukan terkait dengan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang dilakukan berdasarkan permohonan Pengusaha Kena Pajak, jangka waktu Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (9) Undang-Undang KUP.


Bagian Kelima
Peminjaman Dokumen dan Penolakan Pemeriksaan

Pasal 9

(1) Jenis buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang dipinjam dalam Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain harus disesuaikan dengan tujuan  Pemeriksaan.
(2) Buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diperlukan dan diperoleh/ditemukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan di tempat Wajib Pajak, dipinjam pada saat itu juga dan Pemeriksa Pajak membuat Bukti Peminjaman dan Pengembalian Buku, Catatan, dan Dokumen .
(3) Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diperlukan belum diperoleh/ditemukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa Pajak membuat Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen yang dilampiri dengan Daftar Buku, Catatan, Dokumen yang Wajib Dipinjamkan Dalam Rangka Pemeriksaan.
(4) Setiap penyerahan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain dari Wajib Pajak yang berkaitan dengan pemenuhan Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa Pajak harus membuat Bukti Peminjaman dan Pengembalian Buku, Catatan, dan Dokumen.
(5) Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen yang dipinjam berupa fotokopi dan/atau berupa data yang dikelola secara elektronik, Wajib Pajak harus membuat Surat Pernyataan bahwa fotokopi dan/atau data yang dikelola secara elektronik yang dipinjamkan kepada Pemeriksa Pajak adalah sesuai dengan aslinya.
(6) Dalam hal untuk mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Pemeriksa Pajak dapat meminta bantuan kepada Wajib Pajak untuk menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak.


Pasal  10

(1) Dalam hal Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik, serta keterangan lain yang diminta, tim Pemeriksa Pajak dapat menyampaikan:
  1. Surat Peringatan I setelah 2 (dua) minggu sejak tanggal penyampaian Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3);
  2. Surat Peringatan II setelah 3 (tiga) minggu sejak tanggal penyampaian Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3).
(2) Setiap Surat Peringatan yang disampaikan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan Daftar Buku, Catatan, dan Dokumen yang Belum Dipinjamkan Dalam  Rangka  Pemeriksaan.
(3) Apabila setelah 1 (satu) bulan sejak tanggal penyampaian Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), Wajib Pajak tetap tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta, Pemeriksa Pajak harus membuat Berita Acara Tidak Dipenuhinya Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen disertai rincian daftar buku, catatan, dan dokumen yang Wajib dipinjamkan namun belum diserahkan.
(4) Dalam hal Wajib Pajak telah meminjamkan seluruh buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta, Pemeriksa Pajak harus membuat Berita Acara Pemenuhan Seluruh Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen Berita Acara Tidak Dipenuhinya Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen.


Pasal 11

(1) Dalam hal Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta berdasarkan Berita Acara Tidak Dipenuhinya Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), Pemeriksa Pajak harus menentukan dapat atau tidaknya melakukan pengujian sesuai dengan tujuan Pemeriksaan berdasarkan bukti kompeten yang cukup sesuai dengan standar pelaksanaan Pemeriksaan.
(2) Dalam hal Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan pengujian berdasarkan bukti kompeten yang cukup yang disesuaikan dengan tujuan pemeriksaan, Pemeriksa Pajak harus menguraikan alasan dan pertimbangannya dalam Kertas Kerja Pemeriksaan.
(3) Dalam hal Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak dianggap menolak dilakukan Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain.


Pasal  12

(1) Apabila dalam Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain:
  1. Wajib Pajak tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat 3 huruf a, huruf b, dan huruf c Undang-Undang KUP; atau
  2. Wajib Pajak dianggap menolak untuk diperiksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), 
Wajib Pajak harus menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan.
(2) Dalam hal Wajib Pajak menolak untuk menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak.


Pasal  13

(1) Berdasarkan Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan atau Berita Acara Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, permohonan Wajib Pajak tidak dapat diproses atau dipertimbangkan dalam hal Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka:
  1. penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
  2. penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan.     
(2) Berdasarkan Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan atau Berita Acara Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Wajib Pajak akan diberi Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan dalam hal Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka:
  1. pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan; dan/atau
  2. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.
(3) Berdasarkan Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan atau Berita Acara Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, permohonan Wajib Pajak tidak dikabulkan dalam hal Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka:
  1. penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak; dan/atau
  2. pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.


Bagian Keenam
Penjelasan Wajib Pajak dan Pihak Ketiga

Pasal 14

(1) Untuk memperoleh penjelasan yang lebih rinci, Pemeriksa Pajak melalui Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan dapat memanggil Wajib Pajak dengan menggunakan Surat Panggilan Untuk Memberikan Keterangan.
(2) Keterangan Wajib Pajak yang diberikan kepada Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila dipandang perlu dapat dituangkan dalam Berita Acara Pemberian Keterangan Wajib Pajak.


Pasal 15

(1) Pemeriksa Pajak melalui Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan, dapat meminta keterangan dan/atau bukti yang berkaitan dengan Pemeriksaan yang sedang dilakukan terhadap Wajib Pajak kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-Undang KUP secara tertulis dengan menggunakan Surat Permintaan Keterangan atau Bukti.
(2) Pihak Ketiga harus memberikan keterangan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya Surat Permintaan Keterangan atau Bukti atau surat izin dari pihak yang berwenang.
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi, Pemeriksa Pajak segera menyampaikan Surat Peringatan I.
(4) Apabila Surat Peringatan I tidak dipenuhi, Pemeriksa Pajak segera menyampaikan Surat Peringatan II.
(5) Apabila Surat Peringatan II juga tidak dipenuhi, Pemeriksa Pajak segera membuat Berita Acara Tidak Dipenuhinya Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak Ketiga.
(6) Apabila permintaan keterangan dan/atau bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi berdasarkan Berita Acara Tidak Dipenuhinya Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak Ketiga, pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-Undang KUP dapat dipidana sesuai dengan ketentuan Pasal 41A Undang-Undang KUP.


Bagian Ketujuh
Pelaporan Hasil Pemeriksaan dan Pengembalian Dokumen

Pasal 16

(1) Setiap prosedur Pemeriksaan Lapangan yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, bukti dan keterangan yang dikumpulkan serta simpulan yang diambil sehubungan dengan fakta dan data yang ditemukan dalam Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain, harus dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan.
(2) Laporan Hasil Pemeriksaan harus disusun berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan yang telah ditelaah oleh supervisor.
(3) Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tertentu yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan.
 

Pasal  17

Buku, catatan, dan dokumen yang dipinjam harus dikembalikan kepada Wajib Pajak dengan menggunakan Bukti Peminjaman dan Pengembalian Buku, Catatan dan Dokumen paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.


BAB III
PEMERIKSAAN KANTOR

Bagian Kesatu
Unit Pelaksana Pemeriksaan

Pasal 18

Pemeriksaan Kantor untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak di Unit Pelaksana Pemeriksaan, yaitu Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, atau Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.


Bagian Kedua
Tim Pemeriksa, Surat Perintah Pemeriksaan, dan Surat Tugas

Pasal 19

(1) Pemeriksaan Kantor untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yang tergabung dalam suatu tim Pemeriksa Pajak berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan.
(2) Susunan tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim, dan seorang atau beberapa anggota tim.
(3) Surat Perintah Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan untuk satu atau beberapa Masa Pajak dalam suatu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang sama atau untuk satu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak terhadap satu Wajib Pajak.


Pasal 20

(1) Apabila susunan tim Pemeriksa Pajak perlu diubah, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan tidak perlu memperbarui Surat Perintah Pemeriksaan tetapi harus menerbitkan Surat Tugas.
(2) Dalam hal perubahan susunan tim Pemeriksa Pajak disebabkan pengalihan pelaksanaan Pemeriksaan ke Unit Pelaksana Pemeriksaan yang lain, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan baru harus menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan sebelum melanjutkan pelaksanaan Pemeriksaan.


Bagian Ketiga
Jangka Waktu Pemeriksaan

Pasal 21

(1) Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, datang memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan sampai dengan tanggal dalam Laporan Hasil Pemeriksaan.
(2) Dalam hal jangka waktu Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, Pemeriksaan harus diselesaikan.
(3) Dalam hal Pemeriksaan Kantor dilakukan terkait dengan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak, jangka waktu Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud ayat (1) harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) Undang-Undang KUP.
(4) Dalam hal Pemeriksaan Kantor dilakukan terkait dengan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang dilakukan berdasarkan permohonan Pengusaha Kena Pajak, jangka waktu Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud ayat (1) harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (9) Undang-Undang KUP.


Bagian Keempat
Pemanggilan, Peminjaman Dokumen, dan Penolakan Pemeriksaan

Pasal 22

(1) Jenis buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang dipinjam dalam rangka Pemeriksaan Kantor harus disesuaikan dengan tujuan pemeriksaan.
(2) Melalui Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak memanggil Wajib Pajak dengan menggunakan Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan yang dilampiri dengan Daftar Buku, Catatan dan Dokumen Yang Wajib Dipinjamkan Dalam Rangka Pemeriksaan.
(3) Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dikirimkan kepada Wajib Pajak yang diperiksa paling lama pada hari kerja berikutnya setelah tanggal Surat Perintah Pemeriksaan.


Pasal 23

(1) Wajib Pajak harus memenuhi panggilan Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) sesuai dengan batas waktu dan tempat yang ditentukan dalam Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan dengan membawa buku, catatan, dan dokumen termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang wajib dipinjamkan kepada Pemeriksa Pajak.
(2) Pemeriksa Pajak harus memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan atau Surat Tugas kepada Wajib Pajak yang diperiksa pada saat Wajib Pajak memenuhi panggilan Pemeriksaan Kantor.
(3) Terhadap buku, catatan, dan/atau dokumen termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang dibawa pada saat Wajib Pajak memenuhi panggilan Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1 ), Pemeriksa Pajak membuat Bukti Peminjaman dan Pengembalian Buku, Catatan, dan Dokumen.
(4) Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen yang dipinjam berupa fotokopi dan/atau berupa data yang dikelola secara elektronik, Wajib Pajak yang diperiksa harus membuat Surat Pernyataan bahwa fotokopi dan/atau data yang dikelola secara elektronik yang dipinjamkan kepada Pemeriksa Pajak adalah sesuai dengan aslinya.


Pasal 24

Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi panggilan Pemeriksa Pajak sebagaimana dalam Pasal 22 ayat (2), Wajib Pajak dianggap menolak untuk dilakukan Pemeriksaan Kantor dan Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Tidak Dipenuhinya Panggilan Pemeriksaan Oleh Wajib Pajak.


Pasal 25

(1) Dalam hal Wajib Pajak memenuhi panggilan Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2), namun tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta, Pemeriksa Pajak harus membuat Berita Acara Tidak Dipenuhinya Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen disertai rincian daftar buku, catatan, dan dokumen yang Wajib dipinjamkan namun belum diserahkan.
(2) Dalam hal Wajib Pajak telah meminjamkan seluruh buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta, Pemeriksa Pajak harus membuat Berita Acara Pemenuhan Seluruh Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen Berita Acara Tidak Dipenuhinya Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen.
(3) Berdasarkan Berita Acara Tidak Dipenuhinya Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak harus menentukan dapat atau tidaknya melakukan pengujian sesuai dengan tujuan Pemeriksaan berdasarkan bukti kompeten yang cukup sesuai dengan standar pelaksanaan Pemeriksaan.
(4) Dalam hal Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan pengujian berdasarkan bukti kompeten yang cukup yang disesuaikan dengan tujuan pemeriksaan, Pemeriksa Pajak harus menguraikan alasan dan pertimbangannya dalam Kertas Kerja Pemeriksaan.
(5) Dalam hal Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Wajib Pajak dianggap menolak dilakukan Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain.
(6) Dalam hal Wajib Pajak dianggap menolak untuk dilakukan Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Wajib Pajak harus menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan.
(7) Dalam hal terjadi penolakan untuk menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak.


Pasal 26

(1) Berdasarkan Berita Acara Tidak Dipenuhinya Panggilan Pemeriksaan Oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, atau Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan atau Berita Acara Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, permohonan Wajib Pajak tidak dapat diproses atau dipertimbangkan dalam hal Pemeriksaan Kantor untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka:
  1. penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
  2. penentuan saat  produksi  dimulai  atau  memperpanjang  jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan.
(2) Berdasarkan Berita Acara Tidak Dipenuhinya Panggilan Pemeriksaan Oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, atau Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan atau Berita Acara Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Wajib Pajak diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan dalam hal Pemeriksaan Kantor  untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka:
  1. pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan; dan/atau
  2.  pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.
(3) Berdasarkan Berita Acara Tidak Dipenuhinya Panggilan Pemeriksaan Oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, atau Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan atau Berita Acara Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, permohonan Wajib Pajak tidak dikabulkan dalam hal Pemeriksaan Kantor untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka:
  1. penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak; dan/atau
  2. pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.


Bagian Kelima
Penjelasan Wajib Pajak dan Pihak Ketiga

Pasal 27

(1) Dalam rangka pelaksanaan Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa Pajak dapat meminta penjelasan yang lebih rinci dari Wajib Pajak atau meminta keterangan dan/atau bukti kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-Undang KUP.
(2) Permintaan penjelasan yang lebih rinci dari Wajib Pajak dan/atau keterangan dari pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim Pemeriksa Pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 14 dan Pasal 15.


Bagian Keenam
Pelaporan Hasil Pemeriksaan

Pasal 28

(1) Setiap prosedur Pemeriksaan Kantor yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, bukti dan keterangan yang dikumpulkan serta simpulan yang diambil sehubungan dengan fakta dan data yang ditemukan dalam pemeriksaan, harus dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan.
(2) Laporan Hasil Pemeriksaan harus disusun berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan yang telah ditelaah oleh supervisor.
(3) Laporan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan oleh Tim Pemeriksa Pajak sebagai dasar untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tertentu yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan.


BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 29

Jenis dan bentuk surat, dokumen dan/atau daftar yang diperlukan dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain, menggunakan formulir sebagaimana terdapat dalam lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


BAB V
KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP

Pasal 30

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku:
  1. Terhadap Surat Perintah Pemeriksaan yang diterbitkan sebelum tanggal 3 Mei 2011 dan sampai berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini belum selesai, Pemeriksaannya tetap dilakukan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 19/PJ/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan atau Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 20/PJ/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor.
  2. Terhadap Surat Perintah Pemeriksaan yang diterbitkan sejak tanggal 3 Mei 2011 dan belum diselesaikan sampai dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka prosedur Pemeriksaan yang belum selesai tersebut dilakukan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Pasal  31

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Search