Pages

Senin, 18 Juni 2012

Profilling Pengisian SPT


Profiling pengisian SPT
News
Bisnis Indonesia,
27-Maret-2006
Profiling pengisian SPT Hingga dua minggu sebelum batas akhir penyampaian SPT (surat pemberitahuan tahunan) yang jatuh pada 31 Maret 2006, persentase wajib pajak yang telah mengisi dan menyampaikan SPT, baru sekitar 20 % dari sekitar 3,5 juta wajib pajak (WP) yang terdaftar atau WP yang telah memiliki NPWP (nomor pokok wajib pajak).
Hingga dua minggu sebelum batas akhir penyampaian SPT (surat pemberitahuan tahunan) yang jatuh pada 31 Maret 2006, persentase wajib pajak yang telah mengisi dan menyampaikan SPT, baru sekitar 20 % dari sekitar 3,5 juta wajib pajak (WP) yang terdaftar atau WP yang telah memiliki NPWP (nomor pokok wajib pajak).
Biasanya seperti pengalaman tahun-tahun sebelumnya, wajib pajak akan membeludak mendekati hari H bahkan pada tanggal 30 dan 31 Maret, banyak KPP (Kantor Pelayanan Pajak) harus memperpanjang jam operasi untuk menerima penyampaian SPT.
Terlepas dari budaya wajib pajak yang suka menunda sampai batas akhir penyampaian SPT, Ditjen Pajak sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam pengumpulan pajak beserta seluruh sistem administrasinya, harus secara terus-menerus meninjau ulang kompleksitas pengisian SPT supaya meningkatkan keyakinan wajib pajak.
Hal ini perlu agar apa yang telah mereka isi adalah benar baik dari segi formula, kalkulasi maupun interpretasi peraturan yang ada. Indonesia dikenal memiliki peraturan perpajakan yang banyak dan sering berubah-ubah.
Bahkan ada yang mensinyalir bahwa menteri saja kesusahan mengisi SPT, apa lagi orang awam khususnya yang tidak memiliki latar belakang pembukuan atau akuntansi.
Pada dasarnya SPT diperuntukkan bagi kelompok wajib pajak sebagai berikut:
Wajib pajak badan (perusahaan)
Orang pribadi yang menjalankan usaha dan atau pekerjaan bebas
Pegawai tetap dan penerima pensiun atau tunjangan hari tua atau tabungan hari tua (THT) atau jaminan hari tua (JHT)
Pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pejabat negara dan pensiunannya.
Pengurus, dewan komisaris, dewan pengawas dan tenaga ahli.
Sistem manual
Cara pengisian SPT yang berlaku sekarang adalah dengan sistem manual dan semua wajib pajak dikirimkan formulir secara lengkap beserta buku petunjuk pengisian SPT walaupun tidak semua formulir harus diisi.
Ditinjau dari segi biaya cetak formulir dan buku petunjuk beserta distribusinya, dirjen pajak telah 'menghamburkan' sebagian anggaran departemennya untuk sesuatu yang kurang efektif dan efisien karena kita sedang berada di zaman paperless, digitalisasi dan tekonologi database serta Internet yang tidak sulit (Baca: mudah sekali) untuk diimplementasikan.
Hal-hal yang membuat sulitnya mengisi SPT adalah sebagai berikut:
Kompleksitasi peraturan perpajakan yang ada, baik dari segi kalkulasi maupun ketepatan interpretasi atas pasal-pasal dan ayat-ayat yang ada yang mana sering memunculkan banyak argumen yang berbeda.
Perubahan peraturan yang terus-menerus sehingga bagi orang awam sulit untuk mengikutinya.
Dirjen Pajak sebagai pihak yang memiliki pengetahuan yang kompeten atas semua UU Perpajakan beserta Peraturan dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, seharusnya memiliki suatu sistem dan prosedur yang mampu menetapkan besaran pajak penghasilan yang harus dibayar oleh wajib pajak setelah mendapat isian beberapa variabel dari wajib pajak seperti besarnya penghasilan, jumlah tanggungan, status perkawinan, biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan penghasilan dll.
Konsep self assessment harusnya menempatkan wajib pajak pada kebenaran atas data variabel tersebut bukan pada interpretasi peraturan perpajakan yang ada.
Di sinilah konsep self assessment yang kita anut dalam sistem perpajakan kita sering disalahartikan, di mana wajib pajak dituntut untuk menguasai seluruh peraturan perpajakan yang ada, menyampaikan transaksi keuangan mereka, menghitung besaran pajak yang terutang dan petugas pajak cuma memverifikasi antara SPT dengan interpretasi peraturan perpajakan yang ada.
Sistem online
Apabila pengisian SPT dikomputerisasikan secara online baik berupa web base maupun terbatas pada network di mana KPP berada, akan sangat memudahkan wajib pajak dalam menyampaikan kewajiban perpajakannya.
Sistem online ini akan diawali dengan profiling wajib pajak, dimana mereka mengisi secara jujur dan benar semua transaksi keuangan untuk tahun takwim tersebut beserta beberapa variabel lain seperti status perkawinan, jumlah tanggungan, biaya untuk mendapatkan penghasilan, jumlah aktiva dan utang per akhir tahun takwim dll.
Dari informasi ini, sistem secara otamatis me-refer pengisian SPT ke detail yang relevan untuk wajib pajak tersebut saja tanpa mengharuskan wajib pajak menelusuri formulir yang tidak relevan untuk dirinya, seperti yang terjadi pada saat ini pada sistem pengisian SPT secara manual.
Didalam sistem online sudah tersedia formula untuk kalkulasi besaran pajak dari variabel yang terisi dengan menerapkan peraturan perpajakan yang terakhir atau yang berlaku pada tahun takwim tersebut. Di sinilah wajib pajak sangat terbantu dan tidak perlu membutuhkan konsultan pajak untuk bisa mengisi SPT.
Di samping sistem administrasi, sistem pembayaran pajak juga harus dipermudah dan diliberalisasi. Pembayaran pajak harusnya dapat melalui kartu kredit atau pendebetan langsung rekening bank wajib pajak untuk menghindari wajib pajak lupa bayar pada saat jatuh tempo dan menghemat waktu mereka dari antre (biasanya panjang) di bank atau kantor pos.
Dengan terus-menerus memperbaiki layanan kepada wajib pajak dan mempermudah mereka dalam segala sisi administrasi perpajakan, niscaya semua komponen masyarakat dan perusahaan yang beroperasi di Indonesia, akan dengan rela dan senang hati memenuhi kewajiban perpajakan mereka yang pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Search